Rabu, 02 Agustus 2017

AKREDITASI: BUALAN INTELEKTUALISME PENGHASIL MUTU IMITASI

Menurut peraturan menteri Nomor 32 Tahun 2016 tentang Akreditasi Prodi dan Perguruan Tinggi, Akreditasi adalah kegiatan penilaian untuk menentukan kelayakan Program Studi dan Perguruan Tinggi. Pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga baik yang bentuk oleh pemerintah dalam hal disebut sebagai Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN - PT) maupun dibentuk oleh asosiasi swasta yang disebut Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Kedua lembaga tersebut berwenang untuk melakukan akreditasi sebagaimana amanat Permen tersebut.

Kebijakan akreditasi yang diambil oleh pemerintah, pada hakikatnya untuk menjamin keberlangsungan perguruan tinggi dengan menciptakan mutu pendidikan sebaik-baiknya. Hal ini dilakukan atas dasar kurang kompetitifnya perguruan tinggi di Indonesia dalam persaingan global terutama produk-produk ilmiah berupa tulisan maupun paten.

Hal ini nampak tidak berjalan mulus sesuai dengan kehendak pemerintah. Pada prakteknya akreditasi baik itu program studi maupun institusi, tidak lebih hanya sebagai legal formil untuk mendapatkan nilai yang bagus. Berdasarkan pantauan penulis akreditasi merupakan ajang imitasi empat tahunan yang dilakukan oleh beberapa perguruan tinggi tanpa memperhatikan aspek aplikatif dari penerapan hasil imitasi tersebut.

Kelemahan terbesar dari akreditasi ini adalah tidak adanya konsep sistematis dari pemerintah untuk menindaklanjuti atau mengawasi secara aplikatif apa yang tertuang dalam proposal akreditasi. Visitasi yang seharusnya menjadi sarana bagi para asessor untuk mengecek secara riil fakta yang terjadi dilapangan justru menjadi semacam ‘jamur’ yang hanya muncul pada saat musim hujan.

Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menristek Dikti harus memiliki terobosan yang memadai untuk menjaga supaya perlakuan imitasi, tumbuh “jamur” hanya saat musim hujan dan segala hal yang dapat “merusak“ keluluhuran tujuan akreditasi dapat segera teratasi. Pemberlakuan sistem akreditasi online sejak tahun 2017 ini bukan berarti perilaku-perilaku di atas dapat segera teratasi. Karena bagaimanapun perguruan tinggi yang diakreditasi akan melakukan berbagai macam cara untuk memperoleh nilai yang bagus karena ini berimplikasi pada kualitas PT dimata masyarakat dan pemerintah.

Menurut penulis ada beberapa cara yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk membenahi sistem akreditasi PT. Pertama, dengan mereformulasi sistem akreditasi dengan melihat ‘semangatnya’ bukan pada aspek ‘penilaiannya’. Karena dengan berkaca pada yang sudah terjadi, kinerja asessor terkadang akan tercederai dengan upaya yang dilakukan oleh pihak Perguruan untuk mendapatkan nilai yang baik. Begitupun pada perkembangan perguruan tinggi, mereka hanya akan bekerja mati-matian menciptakan sistem imitasi itu hanya untuk menghadapi asesor sementara sesudah visitasi hasil kerja yang berbulan-bulan itu masuk ‘museum keabadian’. Kedua, kalaupun tetap dilaksanakannya sistem akreditasi yang ada sekarang dengan memberikan nilai. Paling tidak, harus ada upaya mengawal dari pemerintah dengan di dasarkan pada hasil rekomendasi asesor. Bila perlu, buatkan jadwal permanen oleh pemerintah dengan menggaji asesor tersebut untuk membina setiap perguruan tinggi yang mereka visitasi secara ontime. Hal menurut penulis lebih menjamin keberlanjutan mutu sebuah perguruan tinggi. 

Rabu, 21 September 2016

Politik Etis dan Etis Politik

Ajang pemilihan Presiden, DPR (D), Gubernur, Bupati/Walikota merupakan bagian dari sistem demokrasi yang setiap orang dituntut paling tidak untuk mencermati suasana-suasana tersebut termasuk hiruk pikuk penentuan bakal calon oleh suatu partai politik. Namun, dibalik kemeriahan tersirat berbagai anomali-anomali politik yang membuat bulu kudu merinding sekaligus merasa jijik. Bagaimana tidak, seseorang yang jelas-jelas mempencundangi partai politik dengan membentuk teman, sahabat dan lain-lain justru didukung oleh partai  politik tertentu yang seakan-akan parpol-parpol ini menjadi pengemis untuk bisa mendukungnya. 

Hal ini paling tidak telah membuktikan satu hal dalam dunia politik yaitu adagium yang mengatakan bahwa tidak ada lawan atau teman yang abadi dalam politik yang abadi itu adalah kepentingan. sehingga, pada saat yang bersamaan kepercayaan masyarakat terhadap tokoh-tokoh politik nasional justru akan menurun. Publik telah diberikan pembelajaran politik yang salah sehingga praktik politik uang nampaknya akan sulit terhindarkan dari sistem demokrasi ini. parpol mengharapkan uang begitu juga dengan masyarakat, sehingga yang terjadi politik atau ajang pemilihan menjadi moment bagi masyarakat dan parpol untuk bisa mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya dan ini akan sangat berbahaya bagi kelangsungan demokrasi ini. 

Akan sulit bagi saya untuk mencerna dasar-dasar pertimbangan yang dilakukan oleh parpol pendukung si sontoloyo itu untuk maju di ajang pilkada. 

Total Tayangan Laman

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *