Hukum Islam

Teori-Teori Berlakunya Hukum Islam

1) Teori Reception In Complexu

Teori Receptio in Complexu ini, dipelopori oleh Lodewijk Willem Christian van den Berg tahun 1845-1925. Teori Receptio In Complexu menyatakan bahwa bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing. Bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam sebab ia telah memeluk agama Islam. Teori Receptio In Complexu ini telah diberlakukan di zaman VOC sebagaimana terbukti dengan dibuatnya berbagai kumpulan hukum untuk pedoman pejabat dalam menyeleaikan urusan-urusan hukum rakyat pribumi yang tinggal di dalam wilayah kekuasaan VOC yang kemudian dikenal sebagai Nederlandsch Indie. Contohnya, Statuta Batavia yang saat ini desebut Jakarta 1642 pada menyebutkan bahwa sengketa warisan antara pribumi yang beragama Islam harus diselesaikan dengan mempergunakan hukum Islam, yakni hukum yang dipergunakan oleh rakyat sehari-hari. Untuk keperluan ini, D.W Freijer menyusun buku yang memuat hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam.

2) Teori Receptie

Teori Receptie dipelopori oleh Christian Snouck Hurgronje dan Cornelis van Volenhoven pada tahun 1857-1936. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck Hurgronye agar orang-orang pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran Islam dan hukum Islam. Jika mereka berpegang terhadap ajaran dan hukum Islam, dikhawatirkan mereka akan sulit menerima dan dipengaruhi dengan mudah oleh budaya barat. Teori ini bertentangan dengan Teori Reception In Complexu. Menurut teori Receptie, hukum Islam tidak secara otomatis berlaku bagi orang Islam. Hukum Islam berlaku bagi orang Islam jika sudah diterima atau diresepsi oleh hukum adat mereka. Oleh karena itu, hukum adatlah yang menentukan berlaku tidaknya hukum Islam. Sebagai contoh teori Receptie saat ini di Indonesia diungkapkan sebagai berikut.
Hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits hanya sebagian kecil yang mmpu dilaksanakan oleh orang Islam di Indonesia. Hukum pidana Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak mempunyai tempat eksekusi bila hukum yang dimaksud tidak diundangkan di Indonesia. Oleh karena itu, hukum pidana Islam belum pernah berlaku kepada pemeluknya secara hukum ketatanegaraan di Indonesia sejak merdeka sampai saat ini. Selain itu, hukum Islam baru dapat berlaku bagi pemeluknya secara yuridis formal bila telah diundangkan di Indonesia. Teori ini berlaku hingga tiba di zaman kemerdekaan Indonesia.


3) Teori Receptie Exit

Teori Receptie Exit diperkenalkan oleh Prof. Dr. Hazairin, S.H. Menurutnya setelah Indonesia merdeka, tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan UndangUndang Dasar 1945 dijadikan Undang-Undang Negara Republik Indonesia, semua peraturan perundang-undangan Hindia Belanda yang berdasarkan teori Receptie bertentangan dengan jiwa UUD 1945. Dengan demikian, teori Receptie itu harus exit alias keluar dari tata hukum Indonesia merdeka.
Teori Receptie bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Secara tegas UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Demikian dinyatakan dalam pasal 29 (1) dan (2). Menurut teori Receptie Exit, pemberlakuan hukum islam tidak harus didasarkan pada hukum adat. Pemahaman demikian kebih dipertegas lagi, antara lain dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang memberlakukan hukum Islam bagi orang Islam (pasal 2 ayat 1), UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Instruksi presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompulasi Hukum Islam di Indonesia (KHI).

4) Teori Receptie A Contrario

Teori Receptie Exit yang diperkenalkan oleh Hazairin dikembangkan oleh Sayuti Thalib, S.H. dengan memperkenalkan Teori Receptie A Contrario. Teori Receptie A Contrario yang secara harfiah berarti lawan dari Teori Receptie menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau hukum adat itu tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam. Sebagai contoh, umpamanya di Aceh, masyarakatnya menghendaki agar soal-soal perkawinan dan soal warisan diatur berdasarkan hukum Islam. Apabila ada ketentuan adat boleh saja dipakai selama itu tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dengan demikian, dalam Teori Receptie A Contrario, hukum adat itu baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Inilah Sayuti Thalib dengan teori Reception A Contrario.

5) Teori Eksistensi

Sebagai kelanjutan dari teori Receptie Exit dan teori Reception A Contrario, menurut Ichtijanto S.A, muncullah teori Eksistensi. Teori Eksistensi adalah teori yang menerangkan adanya hukum Islam dan hukum Nasional Indonesia. Menurut teori ini, eksistensi atau keberadaan hukum Islam dan hukum nasional itu ialah:

Ada, dalam arti hukum Islam berada dalam hukum nasional sebagai bagian yang integral darinya. Ada, dalam arti adanya kemandiriannya yang diakui berkekuatan hukum nasional dan sebagai hukum nasional. Ada, dalam hukum nasional, dalam arti norma hukum Islam sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasional Indonesia.Berdasarkan teori Eksistensi diatas, maka keberadaan hukum Islam dalam tata hukum nasional merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah adanya. Bahkan lebih dari itu, hukum Islam merupakan bahan utama dari hukum nasional.

Teori-Teori Pemikiran Penerapan Hukum Islam di Indonesia

a. Teori pemikiran formalistik-legalistik.

Berpendapat Bahwa penerapan syari’at Islam harus melalui institusi negara. Hal ini disampaikan oleh Habib Riziq Shihab, ketua Front Pembela Islam. Berkaitan dengan pertanyaan: apakah syari’at Islam harus diformulasikan dalam sebuah konstitusi, Rizik menjawab: ”Ya.” Negara itu nantinya dapat menjaga berjalannya syari’at. karena itu formalisasi syari’at melalui konstitusi atau undang-undang harus diusahakan untuk menjaga subtansi syari’at agar agama bisa dijalankan secara baik. Oleh karena itu beliau tidak setuju memisahkan antara subtansi dan formal

b. Teori Pemikiran Strukturalistik

Pendekatan ini menekankan transformasi dalam tatanan sosial dan politik agar bercorak Islami, sedangkan pendekatan kultural menekankan transformasi dalam prilaku sosial agar bercorak Islami. Namun hubungan timbal balik keduanya sangatlah sinergis. Karena transformasi melalui pendekatan struktural dimaksudkan dapat mempengaruhi transformasi prilaku sosial sehingga lebih Islami. Sebaliknya transformasi prilaku sosial diharapkan dapat mempengaruhi transformasi institusi-institusi sosial dan politik menjadi lebih Islami. Pendekatan struktural mensyaratkan pendekatan politik, lobi atau melalui sosialisasi ide-ide Islam, kemudian menjadi masukan bagi kebijakan umum.

Salah seorang pendukung utama pendekatan ini adalah Amin Rais, yang berpendapat sebagaimana dikutip oleh Rahmat Rosyadi dan Rais Ahmad,bahwa transformasi nilai-nilai Islam melalui kegiatan dakwah harus mencakup segala dimensi kehidupan manusia. Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmiah, dan lainnya harus menjadi sarana untuk merealisasikan nilai-nilai Islam. Konsekuensi dari pandangan ini, Amin mendukung perumusan dan implementasi sistem sosial Islam termasuk melegislasi hukum Islam dalam tata hukum negara Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.

c. Teori Pemikiran Kulturalistik

Pendekatan ini hanya mensyaratkan sosialisasi dan internalisasi syari’at Islam oleh umat Islam sendiri, tanpa dukungan langsung dari otoritas politik dan institusi negara. Para pendukung pendekatan kultural ini ingin menjadikan Islam sebagai sumber etika dan moral; sebagi sumber inspirasi dan motivasi dalam kehidupan bangsa bahkan sebagai faktor komplementer dalam pembentukan struktur sosial. Pendukung utama pendekatan kultural ini adalah Abdurrahman Wahid. Beliau menyadari bahwa secara historis ekspresi ideologi Islam tidak berhasil. Menurutnya Islam harus bertindak sebagai faktor komplementer untuk mengembangkan sistem sosio-ekonomi dan politik, bukan sebagai faktor alternatif yang dapat membawa dampak disintegratif kehidupan bangsa secara keseluruhan. menurut Beliau, umat Islam telah dapat menerima falsafah negara, sementara pada saat yang bersamaan masih mempertahankan jalan hidup “Islamnya” dalam varian lokal dan individu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Laman

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *