Selasa, 23 Oktober 2018

Nalar Beragama Yang Tercederai

Dewasa ini di Indonesia hiruk pikuk politik menjadi hal lumrah yang dipertontonkan oleh berbagai media, baik media manstream maupun media sosial. Anehnya, hiruk pikuk tersebut berimbas pada berbagai aspek kehidupan baik ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan lebih-lebih pada bidang agama. 

Sejak Peristiwa politik pada pilkada propinsi DKI Jakarta yang kemudian berimbas dan berakhir dengan di penjarakanya Ahok karena kasus penistaan agama. Nampaknya tidak bisa berakhir begitu saja. Berbagai adegan politik agama malah tumbuh subur bagaikan jamur di musim hujan. Sehingga berdampak pada keterbelahan bangsa dengan 2 arus utama. Arus pertama adalah afiliasi Ahok-Jokowi dan arus kedua Anis-Prabowo. 

Kalau kita cermati secara kritis, 2 arus utama ini menandai adanya keterbelahan yang menuju kepada seleksi alam di mana antara kebatilan dan kemaksiatan bertarung untuk memperoleh akses yang sebesar-besarnya dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu, upaya untuk memperebutkan dukungan masyarakat agar tergiring pada arus masing-masing menjadi titik kulminasi dari nalar beragama yang sudah tercederai oleh kepentingan-kepentingan sesaat duniawi. 

Masing-masing kubu bangga dengan pilihan garis politik-agama nya masing-masing, bahkan dipertontonkan secara vulgar pada media-media yang ditonton oleh jutaan pasang mata. Nalar-nalar beragama yang rancu menjadi alat apologi untuk membenarkan, sehingga buta akan jalan kebenaran yang diberikan Allah dan Rasul-Nya lewat Al Quran dan Hadits yang shahih.

Mulai dari peristiwa chating Habib Riziek, Ulama di Pukul oleh orang gila, sampai pada pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat Laa Ilaha Illallah oleh Ormas tertentu. Hal  tentu mengundang keheranan kita sebagai ummat islam yang punya nalar kritis "apakah sebejat itukah akhlak mereka sehingga alergi dengan kalimat suci tersebut..? yang secara akidah adalah lambang dari pengakuan tertinggi umat islam..?

Saya ingin mencoba menggugah kemanusiaan kita yang di anugerahi oleh Allah Qalbu, Penglihatan dan pendengaran sebagaimana yang tertuang dalam surat Al A`Raf : 178 untuk sejenak berpikir, merenungkan langkah dan tindakan kita apakah sesuai dengan hati nurani atau tidak. Jangan sampai kita termasuk orang yang masuk sebagaiman firman Allah dalam ayat di atas yang mengatakan kita lebih sesat dari binatang ternak. 

Dan saya sangat yakin bahwa memfitnah ulama adalah perbuatan syetan, apalagi memukul dan membakar kalimat tauhid.

wallahu a`lam bishawab.






Total Tayangan Laman

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *