Senin, 25 Juni 2012

School Leadership

School leadership atau kepemimpinan kepala sekolah merupakan ranah kepemimpinan terkecil dalam kaitannya dengan kepemimpinan yang begitu luas. Namun, walaupun dalam skop yang terkecil kepemimpinan kepala sekolah memiliki peran yang sangat signifikan terhadap kemajuan organisasi sekolah. Untuk itu, pemimpin sekolah yang baik hendaknya merujuk pada tiga hal utama dalam memimpin organisasi sekolah. Pertama, terkait dengan konsep organisasi. Dimana dalam konsep organisasi ini membahas landasan yang bersifat ideologis dari pendirian sebuah oragnisasi. Seperti tujuan, visi dan misi serta hal-hal lain yang menyangkut ketentuan umum terkait dengan konsep pelakasanaan organisasi.

BAB I PENDAHULUAN 

A. Latar belakang 

School leadership atau kepemimpinan kepala sekolah merupakan ranah kepemimpinan terkecil dalam kaitannya dengan kepemimpinan yang begitu luas. Namun, walaupun dalam skop yang terkecil kepemimpinan kepala sekolah memiliki peran yang sangat signifikan terhadap kemajuan organisasi sekolah. Untuk itu, pemimpin sekolah yang baik hendaknya merujuk pada tiga hal utama dalam memimpin organisasi sekolah. Pertama, terkait dengan konsep organisasi. Dimana dalam konsep organisasi ini membahas landasan yang bersifat ideologis dari pendirian sebuah oragnisasi. Seperti tujuan, visi dan misi serta hal-hal lain yang menyangkut ketentuan umum terkait dengan konsep pelakasanaan organisasi. 

Kedua manajemen organisasi. Setelah konsep organisasi dirancang maka hal selanjutnya yang menjadi focus dari pemimpin adalah manajemen, yaitu upaya kepala sekolah untuk mengelola seluruh potensi yang ada dalam organisasi untuk kepentingan dan memajukan organisasi. Manajemen organisasi ini pada umumnya meliputi beberapa hal; 1) manajemen kepegawaian, 2) manajemen peserta didik, 3) manajemen keuangan, 4) manajemen sarana dan prasarana, 5) manajemen ekstrakurikuler. Dan yang ketiga adalah gaya kepemimpinan yang hendak dijadikan landasan berpijak bagi kepala sekolah untuk memimpin. 

Ada banyak teori yang membahas tentang gaya kepemimpinan ini. Antara gaya yang satu dengan gaya lain masing-masing memiliki kelebihan. Sebagai pemimpin kepala sekolah mestinya memiliki pengetahuan yang dalam terkait dengan semua teori dan gaya kepemimpinan, karena hal ini sangat baik dan memungkinkan kepala sekolah untuk memilih gaya dan teori yang mana yang dipakai untuk beberapa situasi yang sesuai dengan teori gaya kepemimpinan yang dipahami. Untuk itulah dalam menyusun makalah ini, kami akan membahas terkait dengan tiga tema utama diatas yaitu konsep organisasi, manajemen, dan gaya kepemimpinan transformasional. 

B. Tujuan 

Adapun tujuan dari penyusunan makalah adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui konsep organisasi yang baik dan mengerti bagaimana manajemen organisasi. 2. Untuk menyelami gaya kepemimpinan transformasional sebagai teori terbaru dalam teori kepemimpinan. 

C. Batasan masalah 

Untuk menjaga membiasnya pembahasan dalam penyusunan makalah ini maka kami membatasinya dalam beberapa hal yaitu: 1. Membahas konsep organisasi seperti visi misi dan tujuan serta struktur organisasi. 2. Upaya memenej organisasi yang meliputi, kepegawaian, peserta didik, keuangan, sarana dan prasasrana dan manajemen ekstrakurikuler. 3. Seputar gaya kepemiminan transformasional.   

BAB II PEMBAHASAN 

A. KONSEP ORGANISASI 

Konsep organisasi terdiri dua kata yaitu konsep dan organisasi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia konsep adalah rancangan atau ide. Sedangkan organisasi adalah kesatuan (susunan dan sebagainya) yang terdiri atas bagian-bagian dalam perkumpulan dan sebagainya untuk tujuan tertentu dan diartikan pula dengan kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan dalam Samino (2010) mengutip pendapatnya Hasibuan organisasi adalah suatu system perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu. Jadi konsep organisasi adalah rancangan atau ide untuk membangun system perserikatan secara formal dari kumpulan orang-orang untuk bekerja dan mencapai tujuan secara bersama-sama. Dengan demikian menurut penyusun dalam mendesain konsep sebuah organisasi hendaknya memuat 4 hal yaitu visi, misi, tujuan dan struktur organisasi. 

Berikut penjelasan dari empat hal tersebut. 
  1.  VISI Devinisi “Visi” menurut Burt Nanus dalam bukunya Visionary Leadership melihat “ visi “ terdiri dari sedikit pandangan ke depan, sedikit pemahaman mendalam, banyak imajinasi dan penentuan. “ visi ‘ adalah sebuah cita-cita besar yang diyakini bersama. Visi adalah suatu pikiran yang melampui realitas sekarang, sesuatu yang kita ciptakan yang belum pernah ada sebelumnya, suatu keadaan yang akan kita wujudkan yang belum pernah kita alami sebelumnya. Sedangkan visi sekolah dalam konsep oraganisasi yang kita rancang adalah UNGGUL DALAM PRESTASI, CERDAS, CEKATAN TERAMPIL, SEHAT JASMANI ROHANI, BERBUDI PEKERTI LUHUR, BERDASARKAN IMTAQ. 
  2. Misi Oganisasi Misi adalah jalan pilihan (the chosen track) lembaga pendidikan bagi peserta didik/ masyarakatnya. Perumusan misi adalah suatu usaha untuk menyusun peta perjalanan. Kemampuan pengelola lembaga pendidikan untuk membuat secara akurat menggambarkan dunia yang memasuki, memberikan bagi lembaga pendidikan untuk mengelola aktifitas pendidikan yang memenuhi kebutuhan dan keinginan lingkungannya, sehingga kelangsungan hidup dan perkembangan lembaga tersebut terjamin (Mulyono, 2010: 120).Adapun misi dari konsep organisasi ini adalah sebagai berikut:  
  • Melaksanakan kegiatan pembelajaran secara efektif, efisien melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning) dengan multi metode dan media, antara lain lewat PAKEM, contextual teaching learning (CTL) yang berorientasi kepada Broad Base Education (BBE) dengan mengembangkan kecakapan/keterampilan hidup (life skill).  
  • Menumbuhkembangkan semangat berprestasi dalam mengembangkan kompetensi secara optimal baik bidang akademik maupun non akademik, secara terarah, seimbang antara ranah kognitif, afektif dan psikomotor sehingga mampu bersaing dalam setiap event kompetisi secara jujur dan sportif.  
  • Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali, memahami, menghayati tentang potensi diri sehingga dapat dikembangkan secara optimal sesuai bakat, minat dan cita-citanya. 
  •  Menumbuhkembangkan penghayatan sekaligus pengamalan ajaran agama yang dianut dan budaya bangsa serta adat ketimuran, sehingga menjadi sumber, inspirasi dan kearifan dalam berfikir, bertindak, berperilaku di suatu saat mengambil keputusan yang memiliki nilai demokratis.  
  • Membangkitkan semangat untuk lebih menghayati dan menekuni bidang olah raga, kesehatan jasmani, rohani, seni budaya serta keterampilan sehingga dapat mengaktualisasikan jati diri lewat kejujuran, sportifitas, berjiwa besar dan memiliki rasa estetis dalam kehidupan yang harmonis di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan negara. 
Diharapkan Dalam empat tahun pertama (akhir tahun pelajaran 2012/2013) sekolah mampu meletakkan kerangka dasar perwujudan visi dan misi sekolah, dan pada akhir empat tahun kedua (akhir tahun pelajaran 2016/2017) dapat terwujud visi dan misi sekolah sebagaimana yang menjadi cita-cita seluruh warga sekolah.

3.   Tujuan Organisasi 
  1. Tujuan Pendidikan Dasar Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. 
  2. Tujuan Sekolah Dasar Dengan mengacu kepada tujuan pendidikan dasar, visi dan misi sekolah, maka tujuannya adalah: 
  • Tercapai prestasi hasil belajar siswa secara optimal, minimal sama atau di atas KKM, dan Standar Kompetensi Lulusan SD, dengan indikator. 
  • Berkompeten untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan lebih tinggi, mampu berkompetisi dan meningkat prosentase lulusan yang diterima di SLTP Negeri/Unggulan hingga mencapai 60%. 
  • Berpartisipasi aktif dan optimal dalam berbagai even lomba atau festival baik bidang akademik maupun non akademik dengan hasil: menjadi finalis olimpiade MIPA dan peringkat 10 besar festival kompetensi mata pelajaran di tingkat kecamatan. 
  • Terwujudnya insan yang cerdas, cekatan dan terampil, berkepribadian yang berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi. 
  • Terwujudnya sikap perilaku rajin, taat dan tertib menjalankan ibadah sesuai dengan tuntunan agama yang dianut dalam praktik kehidupan sehari-hari sehingga terbangun insan yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia. 
  • Memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan dasar kecakapan hidup (life skill) sebagai salah satu modal hidup mandiri di masa depan. 
  • Mampu mengaktualisasikan budaya hidup tertib, disiplin, jujur dan santun dalam tutur kata sopan dalam perilaku terhadap sesama. 
4.  Struktur Organisasi Sekolah Untuk membuat struktur organisasi hendaknya mempertimbangkan besar kecilnya organisasi yang akan dibuat. Dalam teorinya ada tiga bentuk struktur organisasi yaitu organisasi sangat besar, organisasi besar, organisasi sedang, dan organisasi kecil serta organisasi sangat kecil. Jadi sturktur organisasi yang dibuat ini adalah struktur organisasi yang sangat kecil. 

B. MANAJEMEN ORGANISASI 

1.   Manajemen Kepegawaian 

Manajemen Kepegawaian terdiri dari kata yaitu manajemen dan kepegawaian; Manajemen adalah suatu proses pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui kerjasama dengan orang lain. Proses manajemen ini terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, memotifasi, pengawasan, dan pengambilan keputusan. Kepegawaian adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan pegawai sebagaiman termuat dalam UU No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Pegawai adalah setiap orang menyumbangkan jasanya pada suatu badan usaha baik kepada badan usaha swasta maupun kepada badan usaha pemerintah. Manajemen kepegawaian dianggap sama dengan manajemen tenaga kerja, manajemen industry, administrasi kepegawaian dan manajemen perburuhan. Manajemen kepegawaian membicarakan masalah sumber daya manusia dalam suatu kerjasama ini mempunyai cirri-ciri antara lain: 1. Adanya hubungan kerja 2. Adanya hubungan masalah pengadaan dan penerimaan pegawai 3. Adanya masalah imbalan jasa terhadap prestasi kerja 
Adapun fungsi operasional manajemen kepegawaian antara lain: 
  • Pengadaan, memperoleh jumlah dan jenis yang tepat untuk mencapai tujuan organisasi. 
  • Pengembangan, dilakukan untuk meningkatkan keterampilan lewat latihan yang diperlukan untuk dapat menjalankan tugas. 
  • Kompensasi, pemberian penghargaan yang adil dan layak terhadap karyawan dengan keinginan organisasi dan masyarakat. 
  • Integrasi, menyesuaikan keinginan para kasryawan dengan keinginan organisasi dan masyarakat. 
  • Pemeliharaan, mempertahankan dan meningkatkan kondisi yang telah ada. Walaupun dari beberapa penjelasan diatas lebih menitikberatkan pada manajemen kepegawaian yang berbasis industry namun ada beberapa hal yang penyusun angga sama, seperti hal nya pengadaan, pengembangan, kompensasi, dan pemeliharaan kualitas pegawai. 

Secara umum dalam manajemen kepegawaian sekolah terdiri atas dua jenis yaitu tenaga edukatif atau akademik, dengan kategori guru tetap/PNS, guru tidak tetap, guru honorer, dan guru bantu. Dan yang kedua, tenaga non edukatif sebagai penunjang pelaksaan organisasi seperti halnya tata usaha, tenaga kepustakaan, administrasi, dan keamanan. 

2.  Manajemen Peserta didik 

Manajemen peserta didik meliputi dua kategori utama:  1.  Kegiatan didalam kelas, meliputi pengelolaan kelas, interaksi belajar mengajar yang positif, penyediaan media pembelajaran dan lain-lain. 2. Kegiatan diluar kelas, meliputi penerimaan peserta didik, pencatatan peserta didik, pembagian seragaman, sarana olahraga, perpustakaan, dan taman. Dalam manajemen peserta didik,ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: 
  1. Pembinaan peserta didik. Pembinaan ini sesuai dengan pendidikan nasional yang tertuang dalam UUSPN, bahwasannya peserta didik sebagai kader penerus perjuangan bangsa dan pembangunan nasional harus dipersiapkan sebaik-baiknya serta dihindarkan dari segala kendala yang merusaknya dengan memberikan bekal secukupnya dalam kepemimpinan pancasila, pengetahuan dan keterampilan.  
  2. Menangkal kenalan remaja. 
  3. Disiplin dan menghormati tenaga kependidikan. 
  4. Masalah ganja, narkotika, seks bebas dan lain sebagainya. (Mulyono, 2010: 180) Terkait dengan manajemen peserta didik, dalam UUSPN pasal 12 ayat 1 dijelaskan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama yang dianutnya, mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat dan minatnya serta mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi. 
3.   Manajemen Keuangan sekolah 

Manajemen keuangan adalah segala aktifitas yang berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana, menggunakan dana, dan mengelola asset, sesuai dengan tujuan organisasi secara menyeluruh. Untuk memenej keuangan sekolah secara professional, Mulyono membaginya dalam 2 yaitu bendahara dan akuntansi. Bendahara bertanggung jawab atas perolehan (akuisisi) dana dan pengamanannya, disamping itu juga bertanggung jawab dalam hal: a. Pengadaan uang tunai b. Membuat laporan posisi keuangan c. Menyusun anggaran kas d. Manajemen kredit, asuransi dan urusan pension. Sedangkan akuntan mempunyai tugas mencatat dan membuat laporan tentang informasi keuangan organisasi, tanggung jawabnya yang lain: a. Menyusun anggaran dan laporan keuangan b. Urusan penggajian c. Menghitung pajak d. Memeriksa internal inside corp.

4.  Manajemen Sarana dan prasarana 

Manajemen Sarana dan prasarana adalah seluruh proses kegiatan yang direncakana dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh serta pembinaan secara kontinu terehadap benda-benda organisasi agar senantiasa siap pakai. Manajemen sarana dan prasarana ini terbagi dalam tiga aspek. Pertama, ditinjau dari fungsinya ada barang berfungsi tidak langsung (seperti pagar, tanaman dll) dan barang berfungsi langsung (seperti media pembelajaran). Kedua, ditinjau dari jenisnya ada fasilitas fisik (kendaraan, computer dll) dan ada fasilitas material (manusia, jasa dll). Ketiga, ditinjau dari sifat barangnya, ada barang bergerak dan ada barang tidak bergerak. 

5. Manajemen Kegiatan ekstrakurikuler 

Kegiatan ekstrakurikuler adalah berbagai kegiatan sekolah yang dilakukan dalam rangka memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mengembangkna potensi, minat bakat, dan hobi yang dimilikinya yang dilakukan diluar jam pelajaran. Sebagai kegiatan pembelajaran dan pengajaran diluar kelas, ekstrakurikuler ini mempunyi fungsi dan tujuan untuk: a. Meningkatkan kemampuan peserta didik b. Menyalurkan dan mengembangkan potensi dan bakat peserta didik agar dapat menjadi manusia yang berkreatifitas tinggi dan penuh dengan karya. c. Melatih sikap disiplin, kejujuran, kepercayaan, dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas. d. Mengembangka etika dan akhlak yang mengintegrasikan hubungan tuhan, rasul, manusia, dan alam semesta. e. Mengembankan sensitifitas peserta didik dalam memandang masalah social keagamaan. 

C. GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL 

Kepemimpinan transformasional hadir untuk menjawab tantangan zaman yang penuh dengan perubahan. Zaman yang dihadapi saat ini bukan zaman ketika manusia menerima segala apa yang menimpanya, tetapi zaman dimana manusia dapat mengkritik dan meminta yang layak dari apa yang diberikannya secara kemanusiaan. Bahkan dalam terminology motifasi Maslow, manusia diera ini adalah manusia yang memiliki keinginan mengaktualisasikan dirinya, yang berimplikasi pada bentuk pelayanan dan penghargaan terhadap manusia itu sendiri (Abdul Kadim Masaong dan Arfan A. Tilomi: 2011: 165) Konsepsi kepemimpinan transformasional pertama kali dikemukakan oleh James McGregor Burns. 

Dalam kaitannya dengan kepemimpinan transformasional, Bernard Bass (dalam Eris Yustiono) mengatakan sebagai berikut: “Transformational leaders transform the personal values of followers to support the vision and goals of the organization by fostering an environment where relationships can be formed and by establishing a climate of trust in which visions can be shared”. Kepemimpinan transformasional mengubah kepribadian bawahan untuk memberikan dan mendukung visi dan tujuan pada pengembangan dan penciptaan lingkungan organisasi, dimana hubungan dapat membentuk dan menetapkan sebuah iklim kepercayaan terhadap visi bersama. Selanjutnya, secara operasional Bernard Bass (dalam Eris Yustiono) memaknai kepemimpinan transformasional sebagai berikut: “Leadership and performance beyond expectations”. 

Sedangkan Tracy and Hinkin (dalam Eris Yustiono) memaknai kepemimpinan transformasional sebagai berikut: “The process of influencing major changes in the attitudes and assumptions of organization members and building commitment for the organization’s mission or objectives”. Proses manejer mempengaruhi perubahan sikap dan asumsi anggota organisasi dan membangun komitmen terhadap misi organisasi secara obyektif. Dari beberapa pengertian tersebut kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang berupaya mentransformasikan nilai-nilai yang dianut oleh bawahan untuk mendukung visi dan tujuan organisasi. Melalui transformasi nilai-nilai tersebut, diharapkan hubungan baik antar anggota organisasi dapat dibangun sehingga muncul iklim saling percaya diantara anggota organisasi. 

Adapun, karakteristik kepemimpinan transformasional menurut Bass dan Avolio (dalam Eris Yustiono) adalah sebagai berikut: (1) Idealized influence (or charismatic influence) Idealized influence mempunyai makna bahwa seorang pemimpin transformasional harus kharisma yang mampu “menyihir” bawahan untuk bereaksi mengikuti pimpinan. Dalam bentuk konkrit, kharisma ini ditunjukan melalui perilaku pemahaman terhadap visi dan misi organisasi, mempunyai pendirian yang kokoh, komitmen dan konsisten terhadap setiap keputusan yang telah diambil, dan menghargai bawahan. Dengan kata lain, pemimpin transformasional menjadi role model yang dikagumi, dihargai, dan diikuti oleh bawahannya. (2) Inspirational motivation Inspirational motivation berarti karakter seorang pemimpin yang mampu menerapkan standar yang tinggi akan tetapi sekaligus mampu mendorong bawahan untuk mencapai standar tersebut. Karakter seperti ini mampu membangkitkan optimisme dan antusiasme yang tinggi dari pawa bawahan. Dengan kata lain, pemimpin transformasional senantiasa memberikan inspirasi dan memotivasi bawahannya. (3) Intellectual stimulation Intellectual stimulation karakter seorang pemimpin transformasional yang mampu mendorong bawahannya untuk menyelesaikan permasalahan dengan cermat dan rasional. Selain itu, karakter ini mendorong para bawahan untuk menemukan cara baru yang lbih efektif dalam menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, pemimpin transformasional mampu mendorong (menstimulasi) bawahan untuk selalu kreatif dan inovatif. (4) Individualized consideration Individualized consideration berarti karakter seorang pemimpin yang mampu memahami perbedaan individual para bawahannya. 

Dalam hal ini, pemimpin transformasional mau dan mampu untuk mendengar aspirasi, mendidik, dan melatih bawahan. Selain itu, seorang pemimpin transformasional mampu melihat potensi prestasi dan kebutuhan berkembang para bawahan serta memfasilitasinya. Dengan kata lain, pemimpin transformasional mampu memahami dan menghargai bawahan berdasarkan kebutuhan bawahan dan memperhatikan keinginan berprestas dan berkembang para bawahan. 

Gaya kepemimpinan transformasional diyakini oleh banyak pihak sebagai gaya kepemimpinan yang efektif dalam memotivasi para bawahan untuk berperilaku seperti yang diinginkan. Menurut Bernard Bass (NN, 2009), dalam rangka memotivasi pegawai, bagi pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional, terdapat tiga cara sebagai berikut: 1. Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha. 2. Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok. 3. Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri. 

Pemahaman akan pentingnya hasil usaha harus diterapkan kepada para pegawai. Dengan kata lain, orientasi proses mendapat prioritas dibandingkan dengan sekedar hasil. Kemudian, penekanan untuk mendahulukan kepentingan kelompok dibandingkan dengan kepentingan pribadi menjadi krusial mengingat hubungan yang baik dan iklim kerja yang kondusif menjadi perhatian utama dalam penerapan gaya kepemimpinan ini. Selanjutnya, mengingat kebutuhan bawahan bukan hanya materi, maka seorang pimpinan harus mampu mendorong pegawai untuk mempunyai kebutuhan yang lebih tinggi sesuai dengan kapasitas mereka. 

Seorang pemimpin yang ingin secara efektif menerapkan gaya kepemimpinan transformasional, harus mampu melakukan beberapa hal sebagai berikut: 1. memahami visi dan misi organisasi; 2. memahami lingkungan organisasi melalui analisis lingkungan strategis (SWOT); 3. merumuskan rencana strategis organisasi; 4. menginternalisasikan visi, misi, kondisi lingkungan strategis, dan rencana startegis pada seluruh anggota organisasi; 5. mengendalikan rencana strategis melalui manajemen pengawasan yang tepat; 6. memahami kebutuhan para pegawai; 7. memahami kapasitas para pegawai; 8. mendistribusikan pekerjaan sesuai dengan kapasitas pegawai; dan 9. mengapresiasi hasil pekerjaan pegawai.   

BAB III PENUTUP 

A. Kesimpulan 

Ada beberapa kesimpulan yang ingin penyusun ungkapkan terkait dengan isi makalah ini, yaitu: 
  1. Konsep organisasi adalah rancangan atau kerangka awal organisasi yang hendak dibuat atau dibangun yang biasanya dilandasi dengan visi, misi, dan tujuan. 
  2. Manajemen organisasi meliputi manajemen kepegawaian, manajemen peserta didik, manajemen, keuangan, manajemen sarana dan prasarana, dan manajemen eksrakurikuler.  
  3. Kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang berupaya mentransformasikan nilai-nilai yang dianut oleh bawahan untuk mendukung visi dan tujuan organisasi. Melalui transformasi nilai-nilai tersebut, diharapkan hubungan baik antar anggota organisasi dapat dibangun sehingga muncul iklim saling percaya diantara anggota organisasi. 

B. Saran-Saran 

Adapun saran-saran yang ingin disampaikan adalah: 
  1. Pemimpin suatu organisasi hendaknya mampu memenej organisasi yang dipimpinnya dengan memperhatikan visi, misi dan tujuan organisasi. 
  2. Bagi pemimpin yang memilih gaya kepemimpinan transformasional hendaknya memahami bahwa setiap gaya kepemimpinan memiliki kelebihan dan kekuarangan. Memilih gaya kepemimpinan untuk diterapkan pada kondisi tertentu berdasarkan masalah yang dihadapi adalah langkah bijak sebagai pemimpin yang memiliki tingkat progresifitas yang tinggi.   

DAFTAR PUSTAKA 

Mulyono, 2010. Manajemen Administrasi Dan Organisasi Pendidikan, Jakarta, Ar-Rus Media. 

Masaong, Kadim dan A. Timoli, Arfan, 2011. Kepemimpinan Berbasis Multiple Intelegence (Sinergi Kecerdasan Intelektual, Emosional dan Spritual Untuk Meraih Kesuksesan yang Gemilang), Bandung, Alfabeta. 

Samino, 2010. Kepemimpinan Pendidikan, Solo, Fairus Media. Yustiono, Eris, 2011 kepemimpinan tranformasional. Dalam Blognya. Burt Nanus, 2010, Visionary Leadership, Jakarta, Gramedia. 

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan Nasional. Undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/kepemimpinan-transformasional-dan.html. di unduh pada tanggal 16 Maret 2012.

Jumat, 20 April 2012

REVITALISASI PERAN GURU: MENYAMBUT UJIAN NASIONAL 2012

Tujuan dari tulisan ini bukan untuk mendiskreditkan peran guru dalam dunia pendidikan. Namun, semata-mata sebagai upaya otokritik terhadap peran guru yang sudah mengalami perubahan dari peran semestinya. Siapapun yang lahir kedunia ini, pasti pernah merasakan indahnya masa-masa sekolah, indahnya masa-masa ketika melihat guru melemparkan senyuman khasnya saat kita menjawab salah pertanyaannya karena kebodohan kita. Kendati demikian, guru bukanlah seorang malaikat yang tanpa salah dan khilaf, dia tetaplah sebagai manusia biasa yang selalu memiliki potensi untuk melakukan kesalahan dan kekhilafan. Revitalisasi dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti proses, cara, perbuatan atau menggiatkan kembali. Sedangkan peran berarti perangkat tingkah yg diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Kalau hal ini dikaitkan dengan peran guru berarti tingkah yang diharapkan dari seorang guru. Sedangkan guru Menurut PP Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi guru dan Dosen mendefinisikan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Jadi, hal yang di revitalisasi yang dimaksud disini adalah sesuatu yang semula baik namun dalam perjalannya terjadi penyimpangan atau mengalami distorsi dari peran yang sebenarnya. Dengan demikian revitalisasi ini berarti upaya memperbaiki kembali tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang berperan dalam masyarakat menuju pada tujuan utamanya. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Slogan inilah yang pantas kita sematkan pada guru terhadap tugas mulianya. Sebutan ini semestinya menjadi gambaran yang perlu direnungi bahwa keihlasan seorang guru dalam mendidik dan mengajar anak-anak bangsa tidak ada yang menandingi. Hal ini terbukti, ketika era tahun 80-an kebawah guru digaji hanya dengan beberapa kilogram beras, namun tidak menyurutkan langkah kakinya untuk menyebrangi sungai dan menuruni bukit dalam rangka mencerdaskan anak-anak negeri. Melorotnya pamor para pendidik akhir-akhir ini membuat hati kita merasa ngiris, bagaimana tidak seorang yang seharusnya dimuliakan karena tugasnya dan menjadi pahlawan dalam mencerdaskan anak bangsa justru kehilangan harga dirinya. Peran mulia pendidik menjadi ternoda dan mulai banter paling tidak ketika ujian nasional diberlakukan di Indonesia. Kebijakan pemerintah untuk mengukur standar pendidikan secara nasional dengan Ujian Nasional (UN) ternyata berdampak pada bergesernya nilai-nilai kemuliaan pada guru. Tidak salah Doni kusuma dalam bukunya Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger (2011) mengatakan “alih-alih sebagai seorang aktor yang mengubah orang lain, guru seringkali sulit mengubah dirinya sendiri. Guru dalam konteks perubahan adalah bagian dari masalah bukan solusi”. Betapapun mulia tugas yang diemban oleh guru, kalau tidak diimbangi dengan perbaikan karakter dan pola hidup mereka, justru akan menjadikan kepercayaan masyarakat menurun terhadap dunia pendidikan. Dan bukan tidak mungkin konsep Paulo Freire tentang konsientasi tanpa sekolah menjadi alternatif dalam proses pendidikan di Indonesia. Menyambut Ujian Nasional 2012 Ujian Nasional (UN) merupakan lawatan tahunan dalam system pendidikan nasional. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk mengetahui kualitas pendidikan di Indonesia secara nasional bahkan dunia. Untuk penyelenggaraan ujian nasional pemerintah harus mengeluarkan dana lebih kurang Rp.600 miliar pertahun yang dipergunakan untuk pengadaan soal, LJK dan lain sebagainya. Disamping sebagai rutinitas tahunan UN menjadi ajang pertarungan jati diri. Tidak hanya pemerintah sebagai penentu kelulusan dan pembuat kebijakan tetapi juga guru dan pihak sekolah sebagai pelaksana. Pertarungan kepentingan dua arus utama ini didasarkan pada pengamatan penulis terhadap fenomena yang terjadi pada saat dan setelah UN berlangsung. Jati diri pemerintah akan dipetaruhkan ketika kebijakan ujian nasional ini tidak bisa diterima secara nasional. Kebijakan ini tidak diterima manakala intensitas penyontekan secara nasional masih massif dilakukan dengan berbagai modusnya. Kalau hal ini terjadi, berarti pemerintah sebagai pembuat kebijakan paling tidak akan merasa tidak dihargai oleh sekolah dan guru sebagai pelaksana UN. Dengan demikian akan melahirkan asumsi masyarakat bahwa pemerintah telah gagal dalam mengawal regulasi dan system yang telah dibuat. Begitupun dengan jati diri sekolah sebagai pelaksana ujian. Kredibilitas dan kualitas sekolah akan tergadaikan manakala hasil ujian nasional tidak memuaskan. Ketakutan dan kekhawatiran akan rendahnya tingkat kelulusan inilah yang menjadikan pihak sekolah menempuh segala cara untuk mendapatkan tingkat kelulusan seratus persen. Sehingga, dengan tingkat kelulusan yang seratus persen tadi paling tidak meningkatkan nilai prestise sekolah dimata masyarakat. Namun, yang menjadi pertanyaan besar buat kita adalah sampai kapan pertarungan jati diri ini belangsung? Saling mempertahankan status quo antara pemerintah dan stakeholder sekolah membuat dunia pendidikan semakin runyam dan kompleks untuk dipahami. Terlepas dari kontroversi pelaksanaan ujian nasional dan pertarungan jati diri antara pemerintah dan pihak sekolah diatas, peran guru sebagai agen perubahan dan peletak nilai-nilai dasar kejujuran dan moralitas tidak bisa kita pungkiri. Guru, kejujuran dan moralitas mestinya menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Apalah artinya guru tanpa kejujuran dan moralitas yang baik, dia hanya akan dipandang sebagai tukang “jajan ilmu” tanpa berdampak pola tingkah laku guru sebagai orang yang layak digugu dan ditiru. Pasal 3 UU Sisdiknas Nomor 20 menjelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Guru sebagai pelaksana tujuan dan fungsi pendidikan nasional mestinya memahami betul pasal 3 ini. Semangat pendidikan nasional Indonesia sebenarnya sudah cukup sempurna, yaitu tercipatanya moralitas dan kejujuran para peserta didik serta pengetahuan yang memadai dalam membangun kemandirian dan kretifitas. Ketika kejujuran dan kemandirian tidak lagi menjadi ciri khas bagi lembaga pendidikan maka kita tinggal menunggu waktu saja untuk sama-sama melihat generasi kita menjadi animal generation. Generasi yang hanya mementingkan diri sendiri, korup, bebal, hedonis, materialis. Hidup dan pola pikirnya sudah tidak lagi memiliki orientasi yang jelas. Apa yang dikatakan Harun Yahya patut menjadi pelajaran buat guru dia mengatakan Nilai-nilai moral masyarakat di mana kita tinggal sudah menyesatkan. Prinsip-prinsip moral ini yang merupakan hasil dari hasrat mementingkan diri sendiri serta keserakahan masyarakat, kemudian berubah menjadi keegoisan, kesom-bongan, kesinisan, kekerasan, dan kebrutalan dalam masyarakat. Masyarakat percaya bahwa untuk meningkatkan standar hidup, mereka harus mencurangi dan mengalahkan yang lainnya. Maka, untuk Menyambut ujian nasional tahun 2012 ini penulis mengajak kepada semua pendidik yang ada di nusantara ini, mari kita kembalikan jati diri guru sebagai orang yang layak untuk di gugu dan ditiru. Kembalikan slogan guru pahlawan tanpa tanda jasa pada rel yang semestinya. guru adalah wadah untuk murid menimba ilmu dan belajar tentang akhlak dan moral. Guru adalah orangtua kedua bagi siswa, maka sebagai orang tua yang baik didiklah anak-anakmu dengan nilai-nilai luhur ketimuran yang bersifat agamis. Pengalaman masa lalu cukuplah menjadikan para pendidik sadar bahwa kejujuran tidak dapat dihargakan dengan kelulusan. Lulus dalam ujian nasional dengan cara-cara yang tidak baik jauh lebih mulia daripada tidak lulus tapi dengan kejujuran. Bagaimana mungkin bangsa ini dapat terlepas dari jeratan korupsi yang terus menggurita kalau gurunya saja mengajarkan ketidakjujuran dalam pelaksanaan ujian nasional. Jadikanlah UN ini sebagai langkah awal untuk mencarger kembali spirit kejujuran dalam diri. Perubahan yang anda berikan akan menentukan masa depan bangsa dua puluh sampai limapuluh tahun yang akan datang. Paling tidak saat itu kita masih menemukan manusia-manusia yang masih memiliki nilai kejujuran dan moral yang baik karena didikan anda.

Total Tayangan Laman

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *