IKSAN
Email: arrahman_ainul@yahoo.co.id
Abstrak: Dalam
perspektif hukum islam, hukum waris merupakan hal yang sangat fundamental
sebagai alat peredam timbulnya konflik dalam pembagian harta warisan.
Masyarakat Kelurahan Penanae yang mayoritas muslim menjadi pusat penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui pola pembagian warisan yang dilakukan oleh
masyarakat tersebut. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan alat
pengumpul datanya menggunakan angket. Hasil penelitian menunjukan bahwa
masyarakat Penenae Pertama, masih banyak masyarakat yang tidak tahu bahwa islam telah
mengatur pembagian harta warisan sebagaimana yang termuat dalam al Quran,
hadits Nabi dan apa yang dilakukan oleh para sahabat Nabi. Untuk itu, agar
tercipta pemahaman yang utuh terkait islam khususnya hukum mawaris diperlukan
adanya upaya yang serius dari para ahli hukum islam, baik melalui dakwah maupun
seminar yang dilakukan oleh dosen maupun Da`i di Muhammadiyah dalam rangka
memberikan pemahaman terkait hukum mawaris. Kedua, perlunya sosialisasi kepada
masyarakat kelurahan Penanae khususnya terkait peran Pengadilan yang tidak
hanya mengurus masalah perceraian tetapi juga masalah pembagian harta warisan dan
atau harta gono gini.
Abstract: In the
perspective of Islamic law, the law of inheritance is very fundamental as a
silencer of conflict in the division of the inheritance. Village community
Penanae the Muslim majority become the center of research done to determine the
pattern of inheritance is done by the community. This study used survey method
by means of collecting data using questionnaires. The results showed that
people Penenae First, there are still many people who do not know that Islam
has arranged the division of inheritance, as contained in the Koran, hadith of
the Prophet, and what was done by the Prophet's companions. Therefore, in order
to create a holistic understanding of Islam in particular related to
inheritance law that serious efforts are required from experts in Islamic law,
either through propaganda or seminars conducted by lecturers and Da`i in
Muhammadiyah in order to provide an understanding related to inheritance law.
Second, the need to disseminate to the public urban village Penanae
particularly relevant to the role that the Court not only took care of the
problem but also a problem of divorce division of property inheritance and or Gono gini property.
A.
PENDAHULUAN
Hukum waris
dalam tradisi umat manusia dari dulu sampai dengan hari ini adalah sesuatu yang
sangat fundamental. Tradisi ini tetap terpelihara dari generasi ke generasi
dalam rangka menyaluarkan harta kekayaan yang ditinggal mati oleh pewaris.
Dalam tradisi ini paling tidak ada pola masyarakat dalam membagi harta warisan;
pertama penggunaan hukum islam, penggunaan hukum adat, ketiga pembagian yag
didasarkan pada keinginan pembagi atau atas tradisi keluarga.
Pembagian
harta warisan dalam beberapa kasus telah banyak melahirkan silang sengketa
antara ahli waris. Sengketa ini bisa terjadi antara ibu dengan anak, antara
anak dengan anak dan lain-lain. Hal ini terjadi ketika pembagian harta warisan
dirasa oleh sebagaian yang lain tidak adil. Ketidakadilan yang dianggap oleh
sebagain ahli waris ini dilatar belakangi oleh ketidaktahuan mereka dalam ilmu
pembagian harta warisan.
Tradisi islam
dalam membagi harta warisan dapat di lihat urgennya berdasarkan al Quran surat
Annisa ayat 11-14 dan hadits rasulullah SAW. Berangkat dari al Quran dan
hadits tersebut, ilmu waris merupakan ilmu sangat fundamental dalam penataan
kehidupan sosial umat islam. Pentingnya ilmu waris ini sampai-sampai Rasulullah
mengatakan bahwa ia merupakan setengah dari ilmu-ilmu yang ada dalam islam. Dan
bahkan beliau menubuatkan bahwa ilmu yang pertama kali dicabut adalah ilmu
waris ketika rententan akhir masa akan dimulai.
Nubuatan dari
Rasullulah inipun nampaknya sudah mulai terjadi, di mana ummat islam sekarang
sudah mengesampingkan ilmu terkait dengan hukum waris. Sehingga, yang terjadi
adalah pembagian harta warisan bukan lagi berdasarkan dengan apa yang telah
diajarkan oleh Rasulullah yang kemudian diwarisi oleh para sahabat Rasul untuk
kemudian sampai kepada kita sekarang ini. Namun, pembagian harta warisan lebih
pada kebiasaan-kebiasan yang melenceng dari ajaran islam sehingga sering
terjadi konflik kepentingan.
Dengan merujuk
pada tiga landasan pembagian waris sebagaimana yang telah diuraikan di atas
peneliti mencoba menggali pembagian warisan yang dilakukan oleh masyarakat
kelurahan Penanae Kecamatan Raba Kabupaten Bima-NTB. Cara pembagian warisan ini
sangat penting untuk memetakkan bagaimana sebenarnya perilaku masyarakat
penanae khususnya dalam proses pembagian harta warisan.
B.
TINJAUAN PUSTAKA
Hukum islam
tentang warisan telah menimbulkan revolusi diam-diam dalam seluruh filsafat
pembagian kekayaan, serta memperkenalkan tekhnik yang baru, yang tidak pernah
dikenal sebelumnya. Ini semua untuk meningkatkan kekayaan nasional melalui
peran serta wanita dalam kegiatan ekonomi.
Terkait term
hukum waris dalam tradisi islam dikenal dengan nama ilmu faraidh. Ilmu faraidh
adalah ilmu yang mempelajari tentang pembagian harta warisan menurut ketentuan
Allah dan Rasulnya. Menurut Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At
Tuwaijry mendefinisikan Ilmu Faraidh adalah Ilmu yang menerangkan tentang siapa
yang berhak mendapat warisan, dan siapa yang tidak berhak, dan juga berapa
bagian setiap ahli waris (At-Tuwaujiri, 2012).
Sementara ahli
lain menerangkan bahwa Ilmu waris adalah seperangkat ketentuan yang membahas
tentang cara-cara peralihan hak dari seseorang yang telah meninggal dunia
kepada orang yang masih hidup yang ketentuan-ketentuan tersebut berdasarkan
kepada Wahyu Illahi yang terdapat dalam Al-Qur’an dan penjelasannya yang
diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam istilah arab disebut Faraid (Idris D.
dan Taufik Y. dalam Pazneliza, 2010).
Menurut Encyclopedia
Of Sosial Sciences sebagaimana dikutip Abdul Manan, warisan adalah harta
benda orang mati yang diberikan kepada orang yang hidup, dan terdapat dalam
satu bentuk di mana lembaga harta benda pribadi diakui sebagai dasar sistem
sosial dan ekonomi. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa bentuk dari warisan
sesungguhnya dan hukum serta adat isitiadat yang mengaturnya sangat berbeda
disetiap negeri, masa demi masa (Abdul Manan, 1993:135).
Hak-hak yang
berhubungan dengan harta peninggalan ada lima, dilaksanakan secara berurutan
jika semuanya ada, sebagaimana dibawah ini :
1.
Dikeluarkan dari harta warisan
untuk penyelesaian kebutuhan mayit, seperti kain kafan dan lainnya.
2.
kemudian hak-hak yang berhubungan
dengan barang yang ditinggalkan, seperti hutang dengan sebuah jaminan barang
dan semisalnya.
3.
Kemudian pelunasan hutang, baik itu
yang berhubungan dengan Allah seperti zakat, kaffarat dan semisalnya, ataupun
yang berhubungan dengan manusia.
4.
Kemudian pelaksanakan wasiat.
5.
kemudian pembagian warisan dan
inilah yang dimaksud dalam ilmu ini (At-Tuwaijiri, 2012).
Rukun waris
menurut At-Tuwajiri (2012) ada tiga :
1.
Yang mewariskan, yaitu mayit.
2.
Yang mewarisi, yaitu orang yang
masih hidup setelah meninggalnya yang mewariskan.
3.
Hak yang diwaris, yaitu harta
peninggalan.
Sebab-sebab
mendapat warisan ada tiga :
1.
Nikah dengan akad yang sah, hanya
dengan akad nikah maka suami bisa mendapat harta warisan istrinya dan istripun
bisa mendapat warisan dari suaminya.
2.
Nasab (keturunan), yaitu kerabat
dari arah atas seperti kedua orang tua, keturunan seperti anak, ke arah samping
seperti saudara, paman serta anak-anak mereka.
3.
Perwalian, yaitu ashobah yang
disebabkan kebaikan seseorang terhadap budaknya dengan menjadikannya merdeka,
maka dia berhak untuk mendapatkan warisan jika tidak ada ashobah dari
keturunannya atau tidak adanya ashab furudh (Al-Utsaimin, 2007).
Syaik Al
Utsaimin (2007) mengatakan ada tiga hal yang menghalangi seseorang mendapat
warisan yaitu:
1.
Perbudakan: Seorang budak tidak
bisa mewarisi dan tidak pula mendapat warisan, karena dia milik tuannya.
2.
Membunuh tanpa alasan yang
dibenarkan: Pembunuh tidak berhak untuk mendapat warisan dari orang yang
dibunuhnya.
3.
Perbedaan agama: seorang Muslim
tidak mewarisi orang kafir dan orang kafirpun tidak mewarisi orang Muslim.
Sebagaimana
termuat dalam al Quran At-Tuwaijiri (2012) menyusun ahli waris dari pihak
laki-laki terdiri dari 14 unsur yaitu:
1.
Anak laki-laki
2.
Cucu laki-laki
3.
Ayah
4.
Kakek
5.
Saudara laki-laki sekandung
6.
Saudara laki-laki sebapak
7.
Saudara laki-laki seibu
8.
Anak laki-laki dari saudara laki
(cucu lk/pr)
9.
Anak laki-laki dari saudara laki
seayah
10.
Suami
11.
Paman sekandung
12.
Paman seayah
13.
Sepupu laki-laki sekandung
14.
Sepupu laki-laki seayah
Sementara Ahli
waris dari pihak perempuan terdiri dari 10 unsur yaitu (At-Tuwaijiri, 2012):
1.
Anak perempuan
2.
Istri
3.
Anak perempuan dari anak laki-laki
4.
Ibu
5.
Nenek dari pihak ibu
6.
Nenek dari ayah
7.
Ibunya kakek
8.
Saudara perempuan sekandung
9.
Saudara perempuan seayah
10.
Saudara perempuan seibu
Disamping
hukum waris islam sebagaimana yang dijelaskanan dalam teori di atas ada juga
dikenal hukum waris yang dibuat oleh negara. Hukum waris ini tertuang dalam
kompilasi hukum islam, dengan semangat nasionalis yang menggabungkan hukum
waris islam dengan hukum nasional. Hukum kewarisan sebagaimana yang tertuang
dalam KHI adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli
waris dan berapa bagiannya masing-masing.
Dalam KHI
dijelaskan bahwa Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang
dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam,
meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. Sedangkan Ahli waris adalah
orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan
perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum
untuk menjadi ahli waris.
Sementara itu
dalam KHI Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama
setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya,
biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk
kerabat.
Dan satu lagi
hukum waris yang diakui secara nasional di Indonesia adalah hukum waris adat.
Hukum waris adat merupakan cerminan dari hukum adat masyarakat Indonesia. Hukum
waris adat memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum
waris, tentang harta warisan, pewaris dan waris, serta cara harta warisan itu
dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada ahli waris. Hukum
waris adat adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu generasi kepada
keturunannya (Hadikusuma dalam Karani, 2010).
Sementara itu,
hukum waris adat selalu didasarkan atas pertimbangan kebiasaan, hal ini
mengingat wujud benda dan kebutuhan waris bersangkutan. Jadi walaupun hukum
waris adat mengenal asas kesamaan hak tidak berarti bahwa setiap waris akan
mendapat bagian warisan dalam jumlah yang sama, dengan nilai harga yang sama
atau menurut banyaknya bagian yang sudah tertentu (Hadikusuma dalam Karani,
2010). Kendati akar lahirnya hukum waris adat tidak jelas, hukum waris adat
dalam proses pembagian harta warisan berdasarkan pada kehendak masing-masing
ahli waris yang sudah tentu antara satu rumpun keluarga dengan keluarga yang
lain juga memiliki adat yang berbeda dalam pembagian harta warisan. Hukum waris
adat juga terkadang digabung dengan hukum waris islam dalam proses pembagian
harta waris.
C.
METODE PENELITIAN
Jenis dan
Desain Penelitian
Jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode kualitatif dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Metode ini juga disebut artisitik, karena
proses penelitian lebih bersifat seni (Sugiyono,
2011: 13). Desain
penelitian yang digunakan adalah penelitian survey di mana penelitian survey
merupakan penelitian untuk mengkaji populasi yang besar maupun yang kecil
dengan menyeleksi seta mengkaji sampel yang dipilih dari populasi untuk
menemukan insidensi, distribusi dan interelasi relatif dari variabel-
penelitian (Kerlinger, 2000:660).
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian yang
peneliti pilih adalah di kelurahan penanae kecamatan Raba Kota Bima-NTB. Di mana pada
saat ini di keluarahan penanae terdiri dari lingkungan
penanae Barat, penanae Timur dan Wenggo. Tempat ini
peneliti pilih karena merupakan tempat tinggal peneliti.
Polulasi dan Sampel
Populasi adalah keadaan
dari keseluruhan subyek penelitian (Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat
Kelurahan Penenae Kecamatan Raba Kota Bima.
Sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,
2011:118). Pengambilan sampel harus mempertimbangkan tenaga, biaya dan waktu
sehingga untuk mengatasi-keterbatasan tersebut peneliti mengambil sample secara
random. Sementara
penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 100
orang.
Pemberian kesempatan yang
sama bagi responden untuk menjadi sampel penelitian merupakan hal yang mesti
dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data secara obyektif. Untuk itu, dalam
rangka memberikan kesempatan yang sama ini penulis menggunakan teknik acak. Adapun jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 50
orang dengan mempertimbangkan aspek proporsional dan memberikan kesempatan sama
bagi populasi penelitian.
Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner (angket).
Kuesioner atau angket adalah teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab
(Sugiyono, 2011:199).
Teknik Analisa
Data
Analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan
data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan
masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan
(Sugiyono, 2011: 207). Teknik analisa yang digunakan adalah teknik
analisa deskriptif, dimana peneliti akan memberikan analisa dan gambaran
terhadap hasil survey untuk diambil kesimpulan secara general.
1.
Gambaran Umum
Lokasi Penelitian
Luas wilayah kelurahan Penanae yaiut 5,34 km2
dengan persentase wilayah dari seluruh kelurahan di Kecamatan Raba sebesar
8,38%. Kelurahan penanae berbatasan langsung Kelurahan Penaraga di timur,
kelurahan Kendo disebelah barat, persawahan penanae Ntobo di sebelah utara, dan
persawahan penaraga disebelah selatan (BPS Kota Bima).
Jumlah penduduk dikelurahan Penanae sebanyak
3.976 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 1.974 jiwa dan jumlah perempuan
sebanyak 2.002 jiwa. Jumlah kelurahan Penanae sebanyak 990 rumah tangga dengan rata-rata anggota
rumah tangga 4 orang.
Data petaninya di bagi dalam empat (4)
kategori; pemilik sejumlah 366, penggarap 311, buruh tani 630 dan peternak 516.
Kendati demikian warga kelurahan penanae terkadang ada yang bertani sambil
beternak ataupun sebaliknya. Adapun komposisi yang bekerja di Pemerintahan
adalah PNS sebanyak 117 orang , TNI/POLRI sebanyak 5 orang, BUMN sebanyak 7
orang, dan guru 34 orang.
Dari segi kesejahteraan kelurahan Penanae
memiliki data dengan kategori keluarga prasejahtera 161 Keluarga, keluarga
sejahtera I 54 Keluarga, keluarga
sejahtera II 95 Keluarga, keluarga sejahtera III 113 Keluarga, dan keluarga sejahtera III+ 2 Keluarga. Dalam hal keagamaan kelurahan
penanae yang beragama islam sebanyak 3.707 dan yang beragama katolik sebanyak 7
orang.
2. Deskripsi Data
2. Deskripsi Data
Sebagaimana yang sudah dijelaskan pada metode
penelitian, bahwa dalam penelitian ini peneliti menggunakan Metode survey yaitu
suatu metode penelitan yang mengambil sampel dari suatu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Dalam penelitian ini data
dan informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner. Setelah
data diperoleh kemudian hasilnya akan dipaparkan secara deskriptif dan pada
akhir penelitan akan dianalisis gambaran tentang fakta-fakta, sifat dan
hubungan antar gejala dengan penelitian penjelasan (explanatory research).
Data hasil penelitian dengan judul pembagian harta warisan di kelurahan Penanae Kec. Raba Kota
Bima menunjukan hasil sebagai berikut:
Pertama, pertanyaan yang berkaitan dengan pembagian warisan di PA dengan redaksi “Pernahkah Bapak/ibu/saudara melakukan pembagian harta waris di Pengadilan Agama?”.
Dari pertanyaan tersebut diperoleh data bahwa 92% responden mengatakan Tidak
dan 8% mengatakan Ya.
Kedua, pertanyaan yang berkaitan dengan Apakah Bapak/ibu/saudara tahu bahwa
islam telah mengatur cara pembagian warisan. Dari pertanyaan ini diperoleh data
23% responden mengatakan tidak dan 77 responden mengatakan Ya.
Ketiga, pertanyaan yang berkaitan dengan Bagaimanakah cara bapak ibu membagi harta
warisan. Dari seratus orang responden, 18 orang
atau 18% memilih menggunakan
hukum adat, 38 orang atau 38 % menggunakan hukum islam, dan 44 orang atau 44%
memilih pembagian harta dengan keinginan sendiri. Hal ini bisa dilihat pada
Chart di bawah ini.
Keempat, pertanyaan yang berkaitan dengan Adakah dampak negatif dari pembagian
harta waris yang dilakukan dengan hukum islam. Dari seratus orang responden 23
orang atau sebanyak 23% mengatakan Ya sementara 77orang atau 77% mengatakan
Tidak.
Kelima, pertanyaan yang berkaitan dengan Adakah dampak negatif dari pembagian
harta waris yang dilakukan dengan hukum adat. Dari seratus orang responden 22
orang atau sebanyak 23% mengatakan Ya sementara 78 orang atau 78% mengatakan
Tidak.
Keenam, pertanyaan yang berkaitan dengan Adakah dampak negatif dari pembagian harta
waris sesuai dengan keinginan Bapak/ibu/saudara sebagai ahli waris. Dari
seratus orang responden 25 orang atau sebanyak 25% mengatakan Ya sementara 75
orang atau 75% mengatakan Tidak
Ketujuh, pertanyaan yang berkaitan dengan Ketika suami/istri/ayah/ibu meninggal dunia apakah harta waris langsung dibagi. Sebagian besar responden 64 orang atau 64% mengatakan Tidak dan sisanya sebanyak 36 orang atau 36% mengatakan Ya.
Ketujuh, pertanyaan yang berkaitan dengan Ketika suami/istri/ayah/ibu meninggal dunia apakah harta waris langsung dibagi. Sebagian besar responden 64 orang atau 64% mengatakan Tidak dan sisanya sebanyak 36 orang atau 36% mengatakan Ya.
Kedelapan, pertanyaan yang berkaitan dengan Kasus pembagian waris yang pernah
Bapak/ibu/saudara alami. Dari seratus
orang responden 61 orang atau sebanyak 61% mengatakan dengan saudara, 22 orang
atau 22% mengatakan dengan orang tua, 15 orang atau 15% dengan anak, dan 2
orang atau 2% dengan suami/istri.
Kesembilan, pertanyaan yang berkaitan dengan Berapa lama Bapak/ibu/ saudara menunggu
pembagian harta waris. 53 orang responden atau sebanyak 53% mengatakan kurang
dari 1 tahun, 28 orang responde atau 28% mengatakan 2 Tahun dan 19 orang
responden atau 19% mengatakan lebih dari 3 tahun.
Kesepuluh, pertanyaan yang berkaitan dengan Adilkah Bapak/ibu/saudara dalam
memberikan nafkah terhadap anak (pendidikan/ kebutuhan/kendaraan/ rumah dll).
96 orang responden atau sebanyak 96% mengatakan Ya, sementara 4 orang atau atau
4% mengatakan Tidak.
3.
Pembahasan
Berdasarkan
hasil pengumpulan data di atas maka, pembahasan dalam penelitian ini
difokuskan pada sepuluh (10) pertanyaan sebagaimana yang diajukan pada
angket/kuesioner yang
disebarkan pada penelitian.
Pertama mengenai
pembagian warisan di Pengadilan Agama, 92% responden mengatakan bahwa mereka tidak
pernah melakukan pembagian harta warisan dipengadilan agama Bima. Hal ini patut dipertanyakan kenapa masyarakat kelurahan Penanae Kec. Raba Kota Bima tidak melakukan
pembagian harta warisan di Pengadilan Agama Bima. Menurut asumsi sementara penulis, hal ini terjadi paling
tidak disebabkan oleh tiga hal; pertama, adany ketidakpercayaan ketidakpercayaan masyarakat terhadap PA karena biaya perkara yang terlampau
mahal. Kedua, masyarakat tidak mau repot-repot karena bisa membagi harta
warisan berdasarkan tiga komponen pokok, yaitu membagi dengan hukum islam,
membagi dengan hukum adat dan membagi dengan cara sendiri. Ketiga, kurangnya
sosialisasi yang dilakukan Pengadilan Agama Bima terkait tugas dan
kewenangannya yang tidak hanya mengatur masalah perceraian tetapi juga
menyelesaikan masalah sengketa waris dan harta gono gini.
Hal ini bisa juga bisa
kita lihat pada data ketiga yang diperoleh, di mana 38% responden menggunakan hukum islam sebagai rujukan dalam pembagian harta warisan, 18% memilih menggunakan hukum adat, dan 44% memilih pembagian harta
dengan keinginan sendiri. Dari hasil ini dapatlah dilihat bahwa masyarakat kelurahan
Penanae dalam membagi harta warisan menggunakan tiga cara tersebut. Sehingga
dengan menggunakan tiga
cara tersebut masyarakat kelurahan Penanae jarang menyelesaikan sengketa
pembagian ke PA.
Dari segi pengetahuan
tentang keberaadaan hukum islam dalam pembagian harta warisan diperoleh data
23% responden mengatakan tidak dan 77% responden mengatakan Ya. Artinya bahwa, masyarakat kelurahan Penanae sebagian
besarnya sadar dan tahu agama mereka sudah mengatur tentang pembagian harta
warisan. Disamping itu, ada hal yang akan menjadi
pekerjaan bagi para dai dan ulama bahwa ternyata masih ada warga di keluarahan
Penanae yaitu sekitar 23% yang tidak tahu islam telah mengatur cara-cara pembagian harta warisan
sebagaimana tertuang dalam dalam Al Quran dan Hadits Nabi. Dan dakwah tersebut mestinya diarahkan pada hal-hal
praktis pelaksanaan hokum islam secara natural.
Ketika berbicara masalah
dampak negatif dari tiga cara pembagian harta warisan, menurut masyarakat
Penanae hukum islam memiliki dampak negatif yang sedang dengan 23% responden
yang mengatakan Ya. Sedangkan yang memilih dampak negatif terendah yaitu hukum adat
dengan 22% responden yang mengatakan Ya. Dan yang tertinggi adalah dengan cara
sendiri dengan 25% responden yang mengatakan Ya. Hal ini menandakan bahwa hukum
adat menurut masyarakat penanae dari segi dampak negatifnya dalam membagi harta
warisan masih merupakan pilihan yang terbaik. Baru posisi kedua di peroleh
hukum islam dan ketiga diperoleh hukum adat. Kendati bedanya hanya 1% dan 3%
namun ini asumsi seperti ini sangat memprihatinkan bagi keberlangsungan hukum
islam di kelurahan Penanae.
Pembahasan berikutnya
adalah yang berkaitan dengan waktu pembagian warisan ketika pewaris meninggal
dunia apakah harta waris langsung dibagi atau tidak. Data yang diperoleh
menunjukan bahwa masyarakat Penanae dengan suara mayoritas mengatakan langsung
dibagi (64%). Permasalahan ini berkaitan langsung dengan pertanyaan selanjutnya
pada point Kesembilan yang berkaitan dengan lama menunggu pembagian harta
waris. 53% mengatakan kurang dari 1 tahun, 28% mengatakan 2 Tahun dan 19%
mengatakan lebih dari 3 tahun. Hal ini menunjukan bahwa yang dimaksud langsung itu
berkisar antar 0-1 tahun, walaupun perbedaan antara yang langsung membagi dengan
yang kurang dari 1 tahun sebanyak 11%. Dengan hasil ini dapat juga disimpulkan bahwa
pembagian harta warisan yang lama masa menunggunya yaitu yang berada di atas 2
tahun kecendrungan terjadinya konflik itu sangat tinggi baik pembagian
menggunakan hukum adat, hukum islam lebih-lebih yang didasarkan pada kemauan
pembagi sendiri.
Kasus pembagian waris yang terjadi dikelurahan
Penanae terjadi antara
keluarga-keluaraga inti, seperti orang tua, saudara, anak dan saumi/istri.
Konflik yang terjadi antara anak dengan orang tua sebanyak 22% yaitu orang tua
laki-laki ketika Ibunya meninggal dunia atau orang tua perempuan ketika ayahnya
meninggal dunia. Sementara 15% konflik pembagian harta warisan terjadi antara
orang tua dengan anak. Konflik tertinggi dalam pembagian harta warisan terjadi
antara saudara dengan saudara yang berkisar 66% dari sampel penelitian. Ini
berarti bahwa kebanyakan konflik yang dalam pembagian harta warisan dikelurahan Penanae terjadi antara saudara hal ini terjadi karena lamanya masa menunggu
dalam proses pembagian harta warisan.
Permasalahan terakhir
yang diangkat dalam angket penelitian ini adalah yang berkaitan dengan keadilan
dalam memberikan nafkah terhadap anak baik itu berupa pendidikan/
kebutuhan/kendaraan/ rumah dll. Dari pertanyaan ini diperleh hasil bahwa 96%
masyarakat kelurahan Penanae mengatakan sudah adil dalam hal tersebut,
sementara 4% mengatakan belum berlaku adil. Pertanyaan
ini peneliti ajukan karena peneliti berasumsi bahwa salah satu pemicu
terjadinya konflik dalam pembagian harta warisan adalah ketidakadilan orang tua
dalam memberikan jaminan kepada anak-anaknya. Ada yang disekolahkan sampai
sarjana menghabiskan kekayaan namun pulang-pulang jadi pengangguran sehingga
pada pembagian harta warisan, mereka yang disekolah tinggi-tinggi meminta hak
yang sama dengan yang tidak disekolahkan sampai
sarjana. Tapi nampaknya, hal ini bukan menjadi hal utama terjadinya konflik
pembagian harta di Kelurahan Penanae walaupun potensi tersebut ada tetapi
sangat rendah yaitu 4%.
E.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Merujuk pada hasil olahan data dan pembahasan
yang telah dijelaskan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembagian
harta warisan yang dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan Penanae melalui 3
macam cara yaitu hukum adat, hukum islam dan dengan cara / kemauan sendiri.
Dari ketiga macam cara tersebut potensi untuk terjadinya konflik selalu ada.
Hal ini berarti bahwa konflik yang terjadi dalam pembagian harta warisan bukan
sepenuhnya terjadi karena menggunakan sistem pembagian tertentu tetapi lebih
pada penguluran waktu yang terlalu dalam pembagian harta warisan. Hal ini
terbukti dengan ditemukannya fakta bahwa 47% responden mengatakan bahwa
pembagian harta warisan dilakukan 2 tahun keatas. Disamping itu, kecendrungan
terjadinya konflik dalam pembagian harta warisan banyak terjadi antara saudara
dengan akumulasi 61% dari responden.
2.
Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat kami ajukan
melalui hasil penelitian ini adalah; Pertama, masih banyak masyarakat yang
tidak tahu bahwa islam telah mengatur pembagian harta warisan sebagaimana yang
termuat dalam al Quran, hadits Nabi dan apa yang dilakukan oleh para sahabat
Nabi. Untuk itu, agar tercipta pemahaman yang utuh terkait islam khususnya
hukum mawaris diperlukan adanya upaya yang serius dari para ahli hukum islam, baik
melalui dakwah maupun seminar yang dilakukan oleh dosen maupun Da`i di
Muhammadiyah dalam rangka memberikan pemahaman terkait hukum mawaris. Kedua,
perlunya sosialisasi kepada masyarakat kelurahan Penanae khususnya terkait
peran Pengadilan yang tidak hanya mengurus masalah perceraian tetapi juga
masalah pembagian harta warisan dan atau harta gono gini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Utsaimin,
S. (2007). Ilmu Waris: Metode Praktis Menghitung Warisan Dalam Syariat
Islam, As-Shaf Media, Jakarta.
At-Tuwaijiri,
(2012). Ensiklopedi Islam Al Kamil, Cetakan limabelas, Darus Sunnah,
Jakarta Timur.
Karani, P.
(2010). Tinjauan Ahli Waris Pengganti Dalam Hukum Kewarisan Islam Dan Hukum
Kewarisan Kuh Perdata, Tesis yang
tidak diterbitkan.
Kurnia, Putri
Sari (2012). Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada
Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya) Hal.41-54 AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember
2012. (didownload pada tanggal 19 Maret 2016)
Manan, A.
(1993), Teori dan Praktek Ekonomi Islam, PT. Dana Bakti Wakaf, Yogyakarta.